MATA KULIAH : FILSAFAT SEJARAH
DOSEN :
Drs. Wisnu, M.Hum.
Pertemuan I
Pokok Bahasan : Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa
latin atau bahasa Yunani kuno “philosophia”. Kata philosophia terdiri dari kata
philein yang berarti cinta (love), dan kata Sophia yang berarti kearifan atau
kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis kata philosophia berarti cinta pada
kearifan atau kebijaksanaan (love of wisdom). Dalam bahasa Arab “falsafah”,
yang kemudian menjadi istilah bahasa Indonesia : filsafat. Seorang pecinta atau
ahli filsafat disebut filsuf atau filosof.
Kata
filsafat untuk pertama kali dipergunakan oleh Phytagoras (582-496 SM), akan
tetapi dalam pengertian yang masih samar. Pada jaman Yunan filsafat dianggap
induk dari segala ilmu. Filsafat mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan
seperti : ilmu jiwa (psylogia), ilmu pemikiran (logica), ilmu alam (physica),
ilmu kesusilaan (ethica), ilmu politik (pholitica), ilmu pasti (mathematica),
ilmu sastera (poethica), dll. Sehingga waktu itu seorang filsuf memiliki
keahlian berbagai ilmu. Walaupun
seringkali philosof-philosof itu memiliki keahlian yang mendalam secara khusus
dalam cabang ilmu tertentu. Seperti Phythagoras ahli ilmu matematika dan
geophisica. Herodotus dan Thucydides ahli Sejarah (historia), Archimides ahli
phisica dan matematika.dll.
Pengertian
filsafat kemudian dikembangkan oleh para ahli pada decade berikutnya. Sehingga
pengertian filsafat pada jaman Yunani kuno berbeda dengan filsafat dewasa ini.
Beberapa contoh definisi filsafat di sampaikan beberapa ahli antara lain :
- Plato
(427-347 SM).
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakekat.
- Aristoteles
(348-322 SM)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang kebenaran yang antara lain meliputi : logica, phisica, metaphisica,
tecnologia.
- Immanuel
Kant (1724-1804 M)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang pokok pangkal kehidupan dan kesemestaan.
- Betrand
Russel (1872-1970 M)
Filsafat adalah suatu (hasil
pemikiran manusia) yang terletak di antara theologies (ilmu agama/Ketuhanan)
dengan ilmu pengetahuan, dan terletak antara keyakinan dan ilmu keduniawian.
- Driyarkara
N.
Filsafat adalah perenungan manusia
berkenaan masalah-masalah yang paling awal sampai pada yang paling penghabisan.
- Notonegoro
Filsafat adalah penelaahan tentang
sesuatu secara esensial dan mendalam/mendasar untuk menemukan kebenaran yang
hakiki.
- W.J.van
der Meulen SJ.
Filsafat adalah perenungan sampai
ke taraf yang paling dalam tentang gejala-gejala alam dan kehidupan.
- The Liang
Gie
Filsafat adalah konsep dasar
tentang pemikiran manusia berkenaan dengan dunia (semesta) dan kehidupan.
Pertemuan II
Pokok Bahasan : Memahami Makna Filsafat Sejarah
Sekurang-kurangnya ada tiga
kesimpulan dasar yang harus difahami sebagai langkah awal memahami filsafat, terutama
dalam kaitannya memahami makna filsafat sejarah.
Pertama :
Pada awal kelahirannya (jaman
Yunan kuno) filsafat merupakan semua hasil akal pikir manusia tentang kehidupan
dan lingkungan hidup manusia. Filsafat merupakan induk dari segala ilmu dan pengetahuan.
Dengan demikian philosofis juga merupakan induk dari historia (ilmu sejarah).
Kedua :
Setelah mengalami proses
perkembangan yang sangat panjang, filsafat berbeda dengan awal keberadaannya.
Saat ini filsafat merupakan bidang pengkajian yang terpisah dengan
disiplin-disiplin ilmu yang lain. Bila ilmu merupakan hasil aktivitas akal yang
dimanfaatkan secara aplikatif untuk keperluan hidup sehari-hari, maka filsafat
merupakan hasil perenungan yang lebih mendasar dan mendalam tentang kehidupan.
Filsafat dianggap bersifat
metafisi dan irrasional serta untuk memberi kearifan dan kebijaksanaan kepada
manusia. Filsafat sejarah merupakan perenungan tentang hakekat kejadian dan
ilmu sejarah.
Ketiga :
Pada dewasa ini pengertian
filsafat sering diidentikkan dengan pengertian Wetanschaung, Way of Life. Di
Indonesia kedua istilah itu diterjemahkan : pandangan hidup, pegangan hidup,
ideology, keyakinan, dll.
Filsafat
merupakan suatu konsep yang menyeluruh tentang alam semesta, hidup, dan
kehidupan. Filsafat dijadikan manusia baik secara kolektif maupun secara
individual didalam berbuat, bertindak, bersikap dan berperilaku serta didalam
menghadapi dan memecahkan permasalahan hidupnya.
Filsafat sejarah diharapkan dapat
memberikan kebijaksanaan dan kearifan dalam memahami dan menginterpretasikan
sejarah masa lampau serta dalam berbuat berperilaku untuk menyongsong sejarah
yang akan datang.
Pertemuan III & IV
Pokok Bahasan : Timbulnya Filsafat
Ada empat fungsi dan tujuan manusia yang
paling pokok :
Pertama :
Memenuhi Kebutuhan Primer
Manusia yang tingkat hidupnya masih sederhana
kebutuhan primer itu terbatas pada kebutuhan makan-minum, sandang dan tempat
tinggal. Tetapi pada masyarakat yang telah berkembang maju, kebutuhan primer
makin bertambah pula, meliputi kebutuhan pendidikan, kesehatan dan kebutuhan
spiritual termasuk kepuasan rokhani dan hiburan.
Kedua :
Mempertahankan Survivalitas
Mempertahankan kelanggengan, kelestarian
secara regeneratif atau turun-temurun. Eksistensi hidup manusia harus
dipertahankan sampai pada saatnya, seluruh kehidupan di permukaan bumi ini
berakhir secara total.
Ketiga :
Mengatasi dan mengantipasi semua tantangan dan
kendala hidup yang dihadapinya. Tantangan hidup itu mula-mula bersifat alamiah
seperti bencana alam. Tetapi kemudian juga tantangan yang timbul akibat
perbuatan perilaku manusia sendiri.
Keempat :
Meningkatkan dan menyempurnakan kualitas dan
kesejahteraan hidupnya. Fungsi dan tujuan keempat ini secara khusus hanya ada
pada manusia sebagai makhluk berakal. Oleh karena itu kehidupan manusia menjadi
dinamis berbeda dengan makhluk lain yang statis.
Dalam
memenuhi keempat fungsi dan tujuan itu, manusia menggunakan kemampuannya secara
bertahap :
Tahap Pertama :
Menggunakan indra, terutama mata atau
penglihatan
Setiap waktu dari jam ke jam, dari
hari ke hari, tahun ke tahun manusia mengamati dan menyaksikan berbagai
kejadian-kejadian dan gejala yang ada pada kehidupan dan lingkungan alam
sekitarnya. Manusia melihat matahari yang terbit dari ufuk timur dan kemudian
menerangi bumi. Setelah tenggelam untuk jangka waktu yang hampir sama, ia
muncul kembali untuk melakukan hal yang sama. Kejadian ini berulang terus
menerus secara konsisten sehingga menjadi kelanggengan, terjadinya siang dan
malam.
Hal yang sama terjadi pada berbagai
gejala. Benda-benda yang selalu jatuh dari atas ke bawah, air yang selalu
mengalir ke tempat yang lebih rendah, benda-benda yang sangat jauh seperti
gunung dan langit yang nampak biru, benda-benda yang jauh dari mata makin kecil
dan akhirnya lenyap dari penglihatan. Dan beberapa pengalaman-pengalaman lain
yang diperoleh manusia dalam hidupnya. Dari hidup yang berkepanjangan manusia
mendapat pengalaman.
Dari akumulasi pengalaman hidup
itu, sebagian pengalaman-pengalaman yang dianggap substansial, penting dan
bermanfaat, kemudian dipelihara-dilestarikan dan diwariskan secara
turun-temurun. Substansi pengalaman yang dipelihara dan diwariskan secara
regeneratif inilah yang menjadi hakekat pengetahuan (knowledge).
Tahap Kedua : Akal
atau nalar
Manusia sebagai makluk berakal
ternyata memiliki pembawaan serba ingin tahu. Manusia tidak pernah puas dengan
apa yang telah diketahuinya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Sebagai makluk
yang sifat ingin tahunya terus berkelanjutan. Manusia memiliki :
-
ingin
tahu tentang hal-hal yang belum diketahui
-
ingin
tahu tentang hal-hal yang sudah diketahui, secara lebih mendalam lagi.
Mutates-mutadis manusia-manusia
tidak puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya sebagai substansi
pengalaman yang terpilih. Manusia ingin memahami lebih lanjut tentang proses
terjadinya siang-malam, tentang sebab-sebab jatuhnya benda-benda, tentang sebab-sebab
air mengalir, tentang gunung-gunung dan langit yang berwarna biru, tentang
lenyapnya benda-benda dari penglihatan, tentang musim, banjir, gunung meletus,
dsb.
Qodisio sine quanon, untuk memperoleh jawaban itu semua manusia
harus mempergunakan miliknya yaitu akal, rasio, atau penalaran. Dengan
mempergunakan aktivitas akalnya yang sering disertai dengan serangkaian
percobaan-percobaan, penelitian akhirnya manusia berhasil memperoleh pemahaman
tentang apa yang diinginkan.
Tahap Ketiga :
Perenungan
Dengan akumulasi ilmu yang telah
dimilikinya manusia ternyata masih belum merasa puas. Manusia memang makluk
yang unik. Tidak sempurna tetapi menyakini adanya kesempurnaan dan berusaha
untuk mendapatkan kesempurnaan ilmu yang dimilikinya. Panta Rei, mengalir terus
ibarat sungai, keinginan manusia untuk menguak misteri rahasia hidupnya dan
lingkungan alam semestanya.
Tumpukan dalil, teori, hipotesis,
aksioma, dan paradigma ilmu yang telah diketemukan dan dimilikinya justru
memacu manusia untuk mempelajari dan memahami kehidupan dan alam semesta pada
taraf yang paling dalam dan hakiki.
Pada tahap pertama pemahaman
tentang kehidupan dan kemestaan diawali dengan pertanyaan : apa dan siapa,
dimana dan bagaimana. Jawaban pertanyaan itu diperoleh lewat proses kegiatan
dan kemampuan. Substansi hasilnya adalah berbagai dalil kebenaran ilmu
tersebut. Pada tahap yang lebih lanjut, manusia mengajukan pertanyaan yang
lebih tinggi tingkatannya yaitu : mengapa ?
Sederet panjang pertanyaan muncul
: mengapa terjadi hokum galaksi, mengapa terjadi rotasi dan grafitasi, mengapa
terjadi keistimewaan pada sifat partikel air, mengapa ada keterbatasan daya
akomodasi pada mata, dan mengapa semua dalil dan hokum kehidupan itu dapat
terjadi ?
Semua pertanyaan ini memasuki
dunia metaphisis. Yaitu dunia di luar yang nampak yang bersifat abstrak dan
irrasional. Akal dengan segala aktivitas dan abilitasnya tidak mampu memberi
jawaban. Untuk memperoleh jawaban tentang masalah-masalah metaphisis yang
bersifat irrasional dan abstrak tersebut manusia harus menggunakan apa yang
disebut : perenungan.
Dalam konsep dan pengertian Filsafat Ilmu, perenungan
diartikan sebagai aktivitas kerokhanian manusia secara lengkap dan total. Dalam
perenungan, selain akal terlibat pula unsure-unsur potensi kerokhanian yang
lain seperti : immajinasi, naluri, fantasi, fikal, prediksi, nurani (heart of
hearts), dsb. Produk atau hasil dari kemampuan totalitas potensi kerokhanian
inilah yang dinamakan : Filsafat.
Pada fase pertama filasafat menemukan adanya kekuatan
atas alam (supernatural) yang ikut mempengaruhi dan menentukan kehidupan dan
gejala-gejala alam. Mulai dari perilaku manusia yang paling kecil sampai dengan
peristiwa kematiannya. Mulai dari perputaran bumi dan planet-planet beserta
satelitnya mengelilingi matahari sampai pada peristiwa gugurnya sehelai daun
dari batangnya. Supernatural tersebut diberi bermacam-macam sebutan seperti :
hukum hidup, kodrat, nasib, fatum, dharma, pepesten, dll. Dengan sendirinya
urusan filsafat tidak terhenti hanya sampai di sini. Pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab oleh filsafat terus berlanjut :
-
Apakah
hakekat supernatural itu ?
-
Seberapa
jauh peranan supernatural dalam menentukan kehidupan manusia dan keberadaan
alam semesta ?
-
Bagaimana
bentuk dan struktur supernatural. Apakah merupakan siklus lingkaran waktu atau
buka ?
-
Apakah
peranan supernatural bersifat mutlak dan total atau bersifat terbatas dan
parsial
-
Apakah
hakekat manusia itu sendiri sebagai obyek utama supernatural ?
Pemahaman masalah-masalah di atas dengan
mempergunakan aktivitas dan abilitas perenungan yang dengan sendirinya sering
bersifat irrasional dan spekulatif merupakan materi filsafat.
Pertemuan V
Pengertian Filsafat Sejarah
-
R.G.
Collingwood : Filsafat Sejarah merupakan hasil pemikiran yang mendalam dan mendasar
tentang hakekat kehidupan sejarah masa lampau.
-
W.J. van
der Meulen : Filsafat Sejarah adalah pemikiran yang mengkaji ke taraf yang
paling mendasar tentang sejarah.
-
D.C.
Mulder : Filsafat Sejarah mempelajari problem-problem yang paling pokok tentang
sejarah seperti makna, arti dan tujuan sejarah, makna ilmu sejarah dari
filsafat sejarah itu sendiri.
-
F.R.
Ankersmit : Filsafat Sejarah adalah pengkajian struktur dalam yang tersenbunyi
dalam arti tidak nampak dalam proses kehidupan sejarah manusia.
-
Harry
Hammersma : Filsafat Sejarah adalah analisis konsep-konsep dasar hakekat
sejarah yang hasilnya seringkali bersifat perekaan atau spekulatif.
-
The Liang
Gie : Filsafat Sejarah adalah kajian deskriptif analitis untuk menghasilkan
kejelasan dan ketegasan tentang hakekat sejarah.
Filsafat Sejarah
seringkali dianggap sebagai hasil perpaduan antara filsafat dan sejarah.
Sehingga filsafat sejarah memiliki sifat-sifat keduanya, sifat kefilsafatan dan
sifat kesejarahan. Oleh karena itu filsafat sejarah bersifat bidimensial.
Filsafat Sejarah adalah cabang filsafat untuk disiplin ilmu sejarah. Dari
dimensi sejarah, filsafat sejarah merupakan kajian filosofis tentang sejarah.
Pertemuan VI & VII
Perkembangan Filsafat Sejarah
Tahap Pertama
Muncul pada masa Yunani Kuno dari seorang sejarawan
pertama Herodotus (484-424 SM.). Dalam karyanya : Persian War, sudah
menggunakan konsep ilmiah. Dijelaskan bahwa sejarah adalah manifestasi dari
perjuangan hidup manusia dalam menggapai tujuan hidup dan kemajuan serta
kesejahteraan. Manusia sebagai makluk sejarah yang mampu membuat perubahan.
Namun manusia masih terikat pada hukum hidup (fatum,nasib,kodrat, takdir) yang
membatasi kebebasan manusia.
Pada masa berikutnya muncul pemikiran filsafat sejarah
dari Santo Agustinus (354-430 M) tokoh scholastik. Pemikirannya tentang hakekat
sejarah dan hakekat manusia sebagai makluk sejarah dikemukakan dalam karya
besarnya yang sangat terkenal : De Civitas Dei (Kerajaan Tuhan). Ibnu Khaldun
(1332-1406 M) merupakan sejarawan yang menjelaskan sejarah dan manusia sebagai
makluk sejarah berdasar dimensi ajaran agama Islam. Dituangkan dalam
Al-Muqadimah. Menurutnya manusia merupakan makluk yang paling utama karena
memiliki akal. Kehidupan adalah perjuangan manusia dalam usaha untuk memperoleh
kepuasan, kebahagiaan dan kesejahteraan.
Tahap Kedua
Yaitu lahirnya filsafat sejarah formal. Filsafat Sejarah
dianggap sudah menunjukkan keberadaannya. Karena pada tahap ini ide-ide dasar
dan pokok-pokok pikiran Filsafat sejarah sudah timbul. Tati statusfilsafat sejarah
masih dianggap sebagai embrio, karena eksistensinya masih bersifat implicit
berada dalam kandungan ilmu sejarah. Berkat jasa Voltaire (1694-1778), Filsafat
sejarah dilahirkan kepermukaan dalam perkembangan ilmu. Seperti telah
dijelaskan melalui karya Voltaire. Karya besarnya banyak membahas Filsafat
Sejarah secara eksplisit dan melahirkan Filsafat Sejarah secara formal dalam
bukunya : Essay sur les Moers et Le’sprit de Nations.
Pada masa-masa awal setelah kelahirannya, Filsafat
Sejarah segera diperkaya dengan pemikiran-pemikiran dan pembahasan mengenai
struktur dan siklus perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat manusia,
yang dianggap sebagai salah satu substansi Filsafat Sejarah. Tokoh yang
memberikan sumbangan adalah George Wilhelm Frederich Hegel (1770-1831), dan
Karl Marx (1818-1883), keduanya orang Jerman keturunan Yahudi.
Hegel berpendapat bahwa sejarah dimulai pada saat
terciptanya masyarakat, diawali dengan terbentuknya keluarga, dan mencapai
puncaknva pada saat timbulnya masyarakat negara. Masyarakat pada suatu saat
akan mapan dengan kondisi struktur dan sistem yang dimilikinya yang disebut
these (tesis, tesa). Dalam tesa timbul unsur‑unsur kontroversial yang
menentangnya, yang akan menjadi matang dan disebut antithese (antitesa). Terjadilah
konflik antara tesa dengan antitesa yang akan melahirkan tesa baru yang disebut
sintesa (syntese). Dalam sintesa akan timbul pula unsur‑unsur atau kokuatan‑kekuatan
kontroversial baru. Seperti halnya pada proses sebelumnya, unsur‑unsur
kontroversial itu akan menjadi matang dan menjadi antisintesa. Antara sintesa
dengan antisintesa terjadi konflik yang melahirkan sintesa baru. (sin
sintesa).
Proses konflik atau pertentangan
semacam ini menurut Hegel akan merupakan perulangan peristiwa yang torus menerus
terjadi atau konsiestan (langgeng). Hegel menyatakan bahwa hakekat sejarah
adalah proses perubahan masyarakat sebagai hasil pertentangan yang terus
menerus berlangsung. Oleh sebab itu teori Hegel sering disebut teori : gerak
pertentangan dialektis yang juga lazim disebut Dialektika ‑ Hegel. Konsep dan
dasar pemikiran Hegel, ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap tokoh‑tokoh
Filsafat sejarah pada masa‑masa belikutnya. Karl Marx (1818‑1883) yang dijuluki sebagai pelopor
aliran sosialisme‑ilmiyah dianggap sebagai pengikut faham dialektika‑Hegel.
Faham Karl Marx beroriontasi pada asumsi bahwa hakekat sejarah adalah pejuangan
manusia dalam memenuhi dan mengejar kebutuhan hidup materinya, terutama
kebutuhan primer: makan, sandang dan pemukiman. Oleh karena itu ajaran sejarah
Karl Marx sering disebut Historis Materialisme.
Konflik antara tesa, dan antitesa,
menurut Karl Marx mengejawantah dalam bentuk pertentangan antar kelas sosial.
Pertentangan tersebut melalui beberapa tahapan tertentu. Pada tahapan sejarah
yang paling tua terjadi pertentangan antara kelas tuan dengan kelas budak. Pada
fase berikutnya pada waktu terbentuknya sistern kerajaan, pertentangan kelas
terjadi antara golongan Raja dan bangsawan dengan kelas rakyat jelata. Pada
tahap ekonomi agraris, petentangan kelas terjadi antara kelas tuan tanah dengan
kelas penggarap tanah. Dan pada masa, tirnbulnya masyarakat kapitalisme
peltentangan kelas terjadi antara, kelas kapitalis dan kelas proletar.
Pertentangan, antara kelas yang menjadi sumber gerak sejarah akan berakhir pada
saat terbentuknya masyarakat tanpa kelas yaitu masyarakat sosialis.Teori Hegel
dan Karl Marx tersebut sangat besar pengaruhny terhadap para tokoh dan pakar
dalam menginterpretasi dan menganalisis masalah sosial dan ekonomi pada masa
tersebut.
III.
Tahap ketiga
Yaitu tahap pendewasaan Filsafat sejarah. Tahap ini terjadi pada pertengahan kedua abad
kesembilan belas sampai awal abad kedua puluh yang sangat diilhami oleh
pemikiran‑pemikiran Hegel dan Kad Max.Pada
dekade ini Filfat sejarah mengalami kemajuan yang sangat pesat dengan munculnya
maestro‑maestro yang dijuluki dewa‑dewa Filsafat sejarah seperti J.G. Herder,
Immanuel Kant JA Fichte, dll. Menurut para maestro atau para pakar besar ini,
historiografi yang mulai berkembang pesat dibawah pimpim B.G. Niebuhr dan L.Von
Ranke akan turun nilainya bila tidak disertai dengan analisis sejarah yang
lebih mendasar dan filosophis. Menurut mereka sejarah sejati adalah sejarah
yang dibangun atas dasar pemikiran yang mendasar dan hakiki berdasar Filsafat
Searah. Berkat jasa‑jasa maestro‑maestro Filsafat sejarah tersebut dilengkapi
dengah karya‑karya akar Filsafat sejarah yang lebih rendah tingkatannya.
Filsafat sejarah mencapai status dan kemandirian yang sejajar dengan disiplin-disiplin
ilmu dan cabang‑cabang filsafat yang lain.
IV.
Tahap Keempat.
Tahap ini untuk sementara dianggap
sebagai tahap terakhirporkembangan Filsdat sejarah dan taijadi pada pertengahan
abad keduapuluh sampai sekarang. Pada dekade. ini Muncul spesialis‑spesialis Filsafat
sejarah yang menguji kepastian ilmu sejarah dan menganalisis pemahaman sejarah
dengan pemikiran philosofie dibawah pimpinan W.Dilthey, R.Rickert, B.Crose,
R.G.Collingwood. H.Meyerhoff, dan lain‑lain.
Sejumlah besar pakar filsafat
sejarah tampil dengan sebuah atau beberapa buah karya filsafat sejarahnya.
Sebagian dari karya mereka bermuatan penuh masalah-masalah Filsafat sejarah,
Sedang sebagian menyinggung hal‑hal yang menjadi kawasan atau ruang lingkup
Filsafat sejarah.
Pakar‑pakar
Filsafat sejarah tersebut antara lain :
H.Butterffield, E.H. Carr,
W.H.Dray; William A Dunning; A.P.Fell; R.Ffint: P.Gardiner; L.Gottschalk;
H.J.Muller; R.H.Nash; B.Norling; F.Nietzche; P.Geyl; S.Pollard; A.L.Rowse;
P.Schrecker; P.Smith; F.Stern; T.R. Tholfsen; A.J.Toynbee; P.Sorokin;
O.Spengler; P.G. Walsh: W.H.Walsh; D.Bebbington; D.C.Mulder; d1l.
Pada dewasa ini bagi para peminat Filsafat
sejarah, dapat dikatakan tersedia referensi Filsafat Sejarah dalam jumlah yang
sangat besar. Referensi itu hampir tidak akan ada habis‑habisnya untuk dibaca
dan dikaji.
Perlu diketahui bahwa pada dekade‑dekade
awal perkembangannya, filsafat‑sejarah mengalami tantangan berat dari Ilmu
Sejarah. Maestro‑maestro filsafat sejarah seperti Immanuel Kant, J.G.Herder
dan Fichte menyatakan pendapatnya hahwa Sejarah akan dapat menunjukkan jati‑dirinya
bila dibangun atas dasar perenungan yang sangat mendasar melalui filsafat
sejarah. Sebaliknya sejarawan‑sejarawan besar membalasnya dengan pernyataan
bahwa sejarah sebagai ilmu dapat jatuh martabatnya bila berhubungan dengan
filsafat. B.G.Niebuhr dan Leopold von Ranke tokoh‑tokoh besar historiografi
abad 19 menyatakan bahwa filsafat akan membuat sejarah menjadi dimoralkan
sehingga sajarah yang seharusnya realistis menjadi abstrak dan irrasional.
Bahkan sejarawan besar dari Jerman
Leopold von Ranke (1795‑1886) yang sering diberi julukan Bapak historiografi
modern menganjurkan, agar para sejarawan hanya menulis apa yang sesungguhnya
terjadi sehingga sejarah tetap bersifat obyektif. Menurut L.von Ranke filsafat
itu abstrak dan spekulatif menurutnya, sejarah berbicaa tentang kehidupan
manusia (kelompok masyarakat) yang dibatasi ruang dan waktu. Sebaliknya
filsafat berbicara tentahg pengertian (konsep) manusia secara umum berdasakan
fiksi dan angan‑angan.
Masa‑masa perselisihan antara ilmu
sejarah dan historiografi dengan filsafat sejarah ternyata tidak krusial dan
berlarut-larut. Secara alami keduanya tetap survive. Bahkan pada dewasa ini
keduanya dapat bekerjasama dengan saling bahu membahu, saling isi‑mengisi dan
saling melengkapi.
Pertemuan VIII
Mid Semester
Pertemuan IX &
X
Pokok Materi Filsafat Sejarah
Mengadaptasi dan mengimplikasi
uraian dan pembahasan tentang llmu Sejarah dan Filsafat Sejarah terdahulu maka ada dua hal yang perlu digaris
bawahi. Berkenaan dengan usaha untuk memahami isi atau materi Filsafat Sejarah.
Pertama
Ilmu Sejarah merekonstruksi secara
sistimatis dan kausal bagian-bagian penting peristiwa masa lampau (past‑event)
yang terdiri dari tiga unsur dasar: manusia, ruang dan waktu. Sedang Filsafat Sejarah mengungkap masalah‑masalah pada
taraf yang lebih mendalam dan mendasar yang tidak nampak dan tidak
faktual, serta fidakdipresentasikan Ilmu Sejarah.
Masalah‑masalah yang dibahas dan dianalisis Filsafat Sajarah adalah masalah‑masalah
yang bersifat metaphisis, supernatural dan irrasional. Masalah‑masalah itu
misalnya struktur dalam (inner‑structure) dan kekuatan yang menjadi sumber
peruubahan yang terjadi dalam sejarah.
Kedua
Bahwa
Filsafat Sejarah muncul dan lahir atas ketidakpuasan manusia terhadap
keterbatasan, Ilmu Sejarah. Ilmu Sejarah dianggap tidak mampu memahami dan
membuat analis tentang masalah‑masalah yang lebih hakiki dalam kehidupan
manusia.
Untuk memberi gambaran yang lebih
realistis, dibawah ini disajikan kemampuan Ilmu Sejarah menampilkan salah satu
moment penting dalam Sejarah Nasional Indonesia yaitu Peristiwa sekitar
proklamasi 17 Agustuas 1945. Petistiwa sekitar proklamasi 17 Agustus 1945. mcnampilkan
tiga unsure dasar yang terpadu secara integral (menyaturaga) dalam event‑sejarah
yaitu manusia, ruang dan waktu.
1. Unsur
manusia.
Sejumlah tokoh‑tokoh yang terlibat
dan berperan dalam peristiwa sekitar proklamasi 17 Agustus 1945, antara lain:
Sukarno, Moh.Hatta,, Ch.Anwar,
Sukrani, BM.Diah, Asmara Hadi, Wikana, Sudiro, Adam Malik, SK.Trimurti, Pandu
K., Maeda, Nishimura, Miyoshi, Sayuti Malik, Buntaran, A.A.Maramis,
Latuharhari, Abikusno, Anwar Tj, Harsono Tj,
Otto I.D, KH.Dewantara, Sam Ratulangi, K.RMas Mansur, Sartono, Tabrani,
A.G.Pringggodigdo, dan lain‑lain.
Pelaku‑pelaku
atau pemeran‑pemeran tersebut telah melakukan aktivitas‑aktivitas dalam
kaitannya dengan proklamasi 17 Agustus 1945, seperti: Perundingan, perdebatan,
kesepakatan, diskusi, kerjasama, gerakan, penculikan, penyusunan dan pengetikan
naskah, pembacaan naskah pidato, pengibaran bendera, pengumuman penyebaran
naskah, d1l.
2. Unsur ruang.
Yaitu tempat penting yang
berhubungan dengan petistiwa proklamasi 17 Agustus 1945 seperti : Rumah Maeda,
Menteng 31, Rengasdengklok, Kedunggede, Pegangsaan Timur 56, Lapangan Ikada,
d1l.
3. Unsur waktu.
Yaitu saat, moment‑moment penting
yang berhubungan dengan peristiwa proklamasi 17 Agrustus 1945 baik dalam bentuk
detik, menit, jam, hari, tanggal, bulan, tahun, dsb.nya.
Ketiga unsur tersebut diatas yang
dirangkum dan direkonstruksi menjadi satu kesatuan terpadu menjadi ceritera
sejarah. D3n dari bahan coritera sejarah itulah denpn menggmukati prosedure
claft metodologi sciarak disusun ilmu yaitu sejarah sekitar peristiwa
proklamasi 17 Agustus 1945 yang sangat terkenal.
Ilmu sejarah hanya
mempresentasikan kejadian‑kejadian penting masa lampau yang bersifat faktual.
Ilmu sejarah hanya mampu menjawab pertanyaan‑pertanyaan elementer, yaitu
pertanyaan‑pertanyaan :
‑ apa dan siapa ‑ dimana
‑ kapan,
bilamana
Seperti yang telah dijelaskas oleh Voltaire,
Sejarah hanya melaporkan proses mata rantai perubaban kehidupan manusia masa
lampau. Tetapi ilmu sejarah tidak mampu memandang proses perubahan yang
spesifik dan dinamis secara hakiki.
Ilmu Sejarah tidak mampu
menganalisis kekuatan yang menggerakkan kehidupan manusia sehingga dapat
membuat perubahan dan tidak mampu menggambarkan struktur perubahan tersebut.
Menurut Voltaire hal‑hal yang tidak dapat dipahami dan dianalis oleh i1mu
sejarah tersebut justru menjadi urusan Filsafat sejarah.
Dalam kaitannya, dengan peristiwa
sekitar proklamasi 17 Agustus 1945, hal‑hal yang tak dapat dipresentasikan oleh
Ilmu sejarah, dan justru merupakan ruang lingkup pembahasan Filsafat sejarah
antara lain adalah
1. Kekuatan
apa yang menggerakan proklamasi yang terjadi di kota Jakarta. Apakah petistiwa
proklamasi, tersebut murni bersumber pada manusia-manusia pemerannya, atau.
ada kekuatan di luar manusia yang ikut menentukannya.
2.
Peristiwa, proklamasi yang merupakan peristiwa formal kelahiran bangsa
Indonesia apakah merupakan sesuatu yang terjadi secara kebetulan, atau
merupakan suatu pandangan kejadian dalam lingkar waktu (siklus) yang terjadi
secara langgeng (konsisten). Dan apakah konsistanitas (kelanggengan) tersebut
menimpa kehidupan bangsa‑bangsa yang hidup didunia yang mengalami proses lahir,
tumbuh, berkembang, menurun dan kemudian runtuh seperti pada sejumlah bangsa‑bangsa
Mesir‑kuno, Yunani‑kuno, Parsi, Romawi, d1l.
3. Apakah
peristiwa proklamasi dan peristiwa‑peristiwa penting lainnya terikat oleh apa
yang disebut hukum sejarah. Dan apabila hukum sejarah tersebut benar-benar ada,
apakah hakekat hukum sejarah tersebut, bagaimana bentuknya, serta apa tujuannya.
Ketiga hal yang dipertanyakan
diatas merupakan masalah‑masalah yang bersifat metaphisis dan ir‑rasional, yang
tidak mampu dijangkau oleh abilitas dan aktivitas akal. Dan justru menjadi‑
bahan pengkajian dan pembahasan Filsafat Sejarah.
Filsafat sejarah tidak hanya mendekati obyek pumbahasannya dengan
menggunakan akal semata‑mata, tetapi ‑ dengan menggunakan totalitas kemampuan
rokhani yang lain seperti immaginasi, fantasi, fiksi, naluri, prediksi assumsi
dan lain‑lainnya.
Tentang masalah‑masalah yang menjadi
obyek pembahasan filsafat sejarah diantara para pakar filsafat sajarah terdapat variabilitas
perbedaan, walau perbedaan itu seringkali tidak bersifat prinsip.
Menurut Prof. Dr.D.C.Mulder, pakar
filsafat sejarah Belanda yang pernah menjadi guru besar tamu pada Fakultas
Sastra dan Filsafat Universitas Gajah Mada (Tahun 1960‑19631) filsafat sejarah
membahas problem‑problem sebagai berikut :
1. Apa hakekat sejarah itu.
2. Makna sejarah, yang meliputi arti sejarah,
tujuan sejarah dan fungsi sejarah.
3. Hakekat ilmu sejarak yang meliputi : cara
dan alat mencapai kebenaran sejarah,
syarat‑syarat
ilmu sejarah, perbedaan sejarah ‑ ilmu sejarah dan filsafat sejarah.
4. Sejarah dari filsafat sejarah.
Para pakar filsafat sejarah, secara umum
membagi filsafat sejarah menjadi dua bagian, yaitu :
‑ Filsafat sejarah kritik.
‑ Filsafat sejarah spekulatif.
Pendapat para pakar tentang kedua
bagian filsafat tersebut juga berbeda, dan bahkan sering membingungkan. kita.
Penjelasan yang agak sistimatis dan mudah diikuti adalah yang diberikan
oleh F.R.Ankersmit.
Menurut F.R.Ankersmit, filsafat
sejarah kritis adalah bagian dari filsafat sejarah dimana penalaran atau logika
masih berperan secara dominan. Filsafat sejarah kritis yang kadang‑kadang juga
disebut filsafat sejarah analitis membahas problem‑problem sejarah seperti yang
dikemukakan oleh D.C.Mulder tersebut diatas. Sedangkan filsafat sejarah spekulatif, secara khusus membahas
struktur dalam yang terkandung dalam proses sejarah yang lazim disebut
"gerak sejarah".Yang dimaksud
dengan gerak sejarah ialah proses perubahan yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Proses‑proses perubahan yang dapat berbentuk naik‑turun, maju‑mundur, pasang‑surut atau timbul‑tenggelam
itu tidak dapat dijelaskan dan dipahami dengan
mempergunakan akal tetapi merupakan phenomena yang didasarkan pada immaginasi,
intuisi, naluri, fiksi, fantasi, prediksi, dan aspek‑aspek psikhologis lainnya
yang bersifat spekulatif dan irrasional.
Menurut F.R.Ankersmit ada tiga
macam permasalahan yang dibicarakan berkenaan dengan gerak sejarah, yang
menjadi pembahasan sejarah spekulatif:
1. Asal usul atau sumber gerak sejarah:
Apakah gerak sejarah berasal dari
manusia sendiri atau ada kekuatan atas alami (superal‑natural) yang ikut
menentukan atau mempengaruhi gerak sejarah.
2.
Pola atau irama gerak sejarah.
Apakah
gerak sejarah merupakan suatu siklus atau perulangan yang tetap dan terus
menerus terjadi sepanjang kehidupan manusia. Atau merupakan suatu pola yang
hanya sekali terjadi dan tak pernah
berulang kembali
3. Sasaran atau tujuan gerak sejarah.
Apakah gerak sejarah terjadi untak mencapai tujuan tertentu atau
berlangsung tanpa tujuan.
Tentang
istilah Teori Sejarah serta kaitannya dengan pengertian Filsafat Sejarah ada
sedikit kerancuan.
Di beberapa
negara dan oleh sejumlah pakar kata Teori Sejarah dan Filsafat Sejarah dipakai
dalam pengertian yang mana. Artinya, Teori Sejarah dan Filsafat Sejarah
dianggap memiliki pengertian yang identik. Sedangkan sejumlah pakar berpendapat
bahwa Teori Sejarah mempunyai pengertian. yang identik dengan Filsafat Sejarah
kritik‑.Filsafat sejarah kritik atau Filsafat sejarah Analisis setelah
dikembangkan,
Menjadi Teori Sejarah. Sedangkan
Filsafat Sejarah Spekulatif yang menjadi materi pokok Filsafat Sejarah
juga sering diberi predikat
Filsafal Sejarah Murni (Pure Philosophy of History).
Pembahasan
mengenai masalah‑masalah gerak‑sejarah (juga sering disebut jalannya sejarah),
mengakibatkan lahirnya atau timbulnya berbagai konsep‑pemikiran atau teori
yaitu teori atau aliran faham Filsafat sejarah.
Pertemuan XI, XII
& XIII
Aliran Faham Teori Filsafat Sejarah
Filsafat Sejarah Spekulatif yang
mempermasalahkan gerak sejarah atau jalannya sejarah dianggap isi atau materi
murni Filsafat Sejarah (pure Phflosophy of History). Oleh karena itu ada
anggapan bahwa teori Filsafat Sejarah Spekulatif
atau teori tentang gerak sejarah, mutatis‑mutandis merupakan teori Filsafat Sejarah.
Tiga macam teori atau aliran faham
gerak sejarah dapat dijelaskan sbb.
A. Teori tentang sumber atau
asal‑usul gerak sejarah.
Teori ini pada garis besarnya‑dapat
dibagi atas tiga aliran.
1. Teori
atau faham yang meyakini bahwa eksistensi dan peranan manusia ditentukan oleh
manusia sendiri yaitu oleh totalitas kemampuan pisik dan kemampuan psikhis
terutama akal, penalaran atau rasionya. Tidak ada kekekuatan di luar manusia
(supernatural) yang ikut mempengaruhi apalagi menentukan manusia dalam
menentukan sejarahnya. Teori atau aliran faham ini disebut dengan
bermacam-macam istilah seperti :
-otonomisme
(otonom = mengurus sendiri)
‑ independenisme
(independen bebas)
‑ indeterminisme
(indetermen tidak
tergantung)
- internalisme (internal = bagian dari dalam).
Tokoh‑tokoh aliran. atau teori ini
diantaranya adalah Frederich Hegel yang terkenal dengan teori dialektikanya,
dan Karl. Marx yang terkenal dengan faham historis‑materialismenya.
2. Teori atau faham yang berpendapat bahwa gerak
sejarah atau proses jalannya sejarah manusia ditentukan seluruhnya yang
sepenuhnya oleh super‑natural atau kekuatan yang berada, diluar/diatas manusia.
Kekuatan supernatural yang mengatur, menentukan, menetapkan manusia , dalam
menjalani sejarahnya tersebut dimanifestasikan dan diberi predikat/sebutan
bermacam‑macam seperti Tuhan, Allah swt., Dewa, kekuatan‑gaib, serta roh atau
roh‑leluhur, kodrad, takdir, nasib, fatum, darma, hukum‑alam, pepesthen
(bhs.Jawa), dll.
Faham atau teori ini dari madzab yang
ekstrim bahkan berkeyakinan bahwa semua kejadian dan fenomena kehidupan mulai
dari yang besar seperti proses perputaran bumi sampai yang kecil seperti
peristiwa jatuhnya sehelai daun dari tangkainya merupakan perwujudan dari
kekuatan supernatural. Eksistensi dan perilaku manusia secara kolektif maupun
individual juga karena hal yang sama.
Teori atau
faham yang bertolak belakang dengan teori yang pertama juga diberi sebutan yang
berbalikan yang teori atau airan faham yang pertama tersebut.
Nama‑nama yang diberikan teori ini adalah
heteronomisme (heterrom tidak
mengurus sendiri).
dependenisme
(dependent = tidak bebas)
diterminisme
(diterminent tergantung)
eksternalisme
(eksternal = luar, dari luar)
Tokoh‑tokoh teori atau aliran
faham ini antara lain Herodotus, Thuchidides, Santo Agustinus.
3. Teori atau
aliran faham yang merupakan perpaduan antara dua teori yang terdahulu yaitu
otonormisme dan heteronomisme. Menurut teori atau aliran faham yang ketiga
gerak sejarah atau proses jalannya, sejarah merupakan hasil perpaduan dua hal
yaitu manusia dan supernatural.
Manusia sebagai mahkluk berpenalaran (animal
rasional) memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup.
Manusia merupakan mahkluk yang mampu membuat perubahan dan kemajuan (change and
development). Sehingga manusia. merupakan mahkluk pembuat sejarah (zoon‑historicon).
Tetapi kemampuan manusia, dalam menentukan sejarahnya, tidak bersifat mutlak.
Kebebasan dan kemampuan manusia bersifat terbatas. Keterbatasan manusia itu
baik yang bersifat melekat secara phisik maupun psikhis merupakan perwujudan
dari supernatural (Tuhan, Dewa, kekuatan gaib, nasib, darma).
Dengan demikian, sejarah merupakan
hasil dari upaya dan perjuangan manusia dengan kekuatan supernatural yang
membatasinya. Teori atau faham ini disebut : Konvergenisme. (convergent
memusat, bertemu pada satu titik pusat). Tokoh, terkenal dari aliran faham ini
adalah Ibnu Khaldun.
B.
Teori tentang pola atau irama gerak sejarah.
Ada
beberapa teori tentang irama atau pola, gerak sejarah yang perlu dijelaskan
untuk memperluas wawasan kita tentang Filsafat sejarah, khususnya Filsafat
sejarah spekulatif
Teori Oswald Spengler (1880‑1936)
Teori tentang pola/irama gerak
sejarah O.Spengler dimuat dalam karya besarnya yang sangat terkenal : Der
Untergang des Abenlandes (Decline of The West : Keturunan Dunia Barat). Dengan
mempergunakan hukum Schicksalnya itu, Oswald Spengler dalam buku karyanya : Der
Untergang Des Abenlandes meramalkan bahwa bangsa‑bangsa Eropa yang telah
mencapai puncak kejayaannya sedang mengalami masa‑masa penurunan dan
kemerosotan, dan pada suatu saat pasti akan mengalami keruntuhan.
Arnold J. Toynbee (1889-1960)
Arnold J. Toynbee adalah seorang
maestro (pakar besar) sejarah yang mendapat julukan Bapak Sejarah Abad ke-20.
Karya besar (master‑piece) nya yang sangat terkenal adalah A Study of History
(=Kajian Sejarah) yang terdiri dari sepuluh jilid tebal. Dalam buku karanya
yang terkenal itulah teorinya tentang Gerak Sejarah dimuat.
Menurut A.J.
Toynbee, manusia adalah mahkluk sejarah (makhluk pembuat sejarah) karena
manusia adalah makhluk budaya (makhluk pembuat kebudayaan).Oleh karena itu
gerak sejarah pada dasarnya sama dengan gerak perkembangan kebudayaan.
Menurut AJ.
Toynbee pula, kebudayaan tumbuh dan berkembang akibat proses Tantangan dan
Jawaban = (Challenge And Response). Alam sekitar kehidupan adalah tantangan.
Sedang seluruh aktivitas manusia dalam menghadapi, mangantisipasi dan menjawab,
tantangan itu adalah jawaban. Kebudaaan adalah manifbstasi dan refleksi dari
proses Tantangan dan Jawaban.
Gerak
sejarah yang identik dengan gerak kebudayaan berlangsung melalui tingkatan‑tingkatan
atau tahapan‑tahapan tertentu, yaitu :
‑ Genesis of Civilizations (lahirnya kebudayaan)
‑ Growth of Civilizations (perkembangan kebudayaan)
‑ Decline of Civilizations (keruntuhan kebudayaan)
Tahapan yang terakhir (Decline of
Civilizations) berlangsung melalui tiga sub –tahapan :
break down
of civilizations (kemerosotan kebudayaan)
disentegration
of civilizations (kehancuran kebudayaan)
dissolution of civilizations
(lenyapnya kebudayaan).
Tiap‑tiap
tahapan dan sub‑tahapan itu berlangsung dalam kurun waktu yang relatif dan
lama, ratusan bahkan sampai ribuan tahun. Menurut Oxwald Spengler gerak sejarah
dapat diidentikkan dengan pengertian kebudayaan‑peradaban, inklusif kebudayaan
peradaban yang hidup dan dimiliki oleh suatu bangsa atau. bangsa‑bangsa
(kelompokk bangsa). Perkembangan kebudayaan peradaban terikat oleh apa yang
disebut : Schicksal. Schicksal atau Hukum Alam (= kodrat, nasib, takdir, fatum)
menguasai dan berlaku pada. seluruh cosmos (alam kehidupan) baik macro‑cosmos
(alam besar, alam semesta.) dan micro cosmos (alam kecil) yaitu unsur‑unsur
macro cosmos, termasuk : flora, fauna, gejala alam. (musim, waktu, d1l) serta
manusia dan kebudayaannya.
Schicksal atau hukum alam itu
merupakan siklus (perulingan kejadian atau gejala) yang berlangsung secara
konsisten atau langgeng. Schicksal tersebut berlakunya melalui proses
pekembangan sbb.
tumbuh,
berkembang
menurun,
menua
mati
siang
sore,
petang
malam
panas
rontok
gugur,
dingin



d.
Manusia. Bangsa lahir,
kanak
remaja,
dewasa
tua
mati
tumbuh, berkembang
jaya
runtuh, lenyap
3.
Irama gerak sejarah menurut Pitirin Sorokin.
Pitirin
Sorokin orang Rusia yang pada, tahun 1917 migrasi ke Amerika dan kemudian menjadi
warga Amerika Serikat. Ia seorang pakar sosiologi sejarah yang telah banyak
menghasilkan karya‑karya i1miah.
Dalam karya‑karyanya itulah
Pitirin Sorokin menjelaskan tentang teori dan konsep pemikirannya tentang irama
gerak sejarah.
Menurut P.
Sorokin gerak‑sejarah berlangsung menyerupai fluktuasi (ayunan) dalam bentuk :
naik‑turun, pasang‑surut dan timbul‑tenggelam. Fluktuasi itu terjadi karena.
percampuran antara dua gerak atau dua tipe kebudayaan yaitu :
kebudayaan
yang bercorak kerokhanian/keagamaan (ideational culture).
Kebudayaan
yang bercorak kebendaan atau materi (sensate culture).
Mula‑mula kebudayaan bercorak
salah satu diantaranya, misalnya bercorak kerokhanian. kemudian timbul unsur‑unsur
kebudayaan kebendaan, sehingga terjadilah pembauran dua corak ‑ kebudayaaa yang
kontraversial tersebut sehingga terbentuk kebudayaan terpadu yang ideal
(idealistic cultural). Lama kelamaan kebudayaan baru yang ideal ini berkembang
menjadi kebudayaan kebendaan.
Berulang, akan
timbul lagi unsur‑unsur kebudayaan kontraversial yaitu kebudayaan kerokhanian
yang sekali lagi mengakibatkan pembauran, atau keterpaduan diantaranya sehingga
lahir kebudayaan ideal. Dan kebudayaan ideal yang baru ini akan berkembang menjadi kebudayaan kerokhanian.
Menurut Pitirin
Sorokin gerak sejarah merupakan proges pergantian dua corak kebudayaan yang
berbeda. dengan kebudavaiin transisi atau k‑ebu(In‑aan masa peralihan yang
bercorak idealistik. Apakah teori Pitirin Sotokin ini diilhami Dialektika Hegel
?
Sebagai
illustrasi Pitirin Sorokin menjelaskan perkembangan kebudayaan Eropa, yang
bekembang dalam tahapan‑tahapan sbb.
‑
kebudayaan Yunani‑kuno (bercorak kerokhanian)
‑
kebudayaan Romawi (bercorak kebendaan)
‑
kebudayaan Scholastik (bercorak kerokhanian)‑
- kebudayaan Renaissance (bercorak
kebendaan).
Diantara Era‑era kebudayaan
tersebut terdapat masa kebudayaan transisional (peralihan) yang bercorak ideal
(dialistik).
C. Ketiga Teori tujuan gerak Sejarah, yaitu teori jenis‑jenis gerak
sejarah berdasarkan tujuannya.
Berdasarkan arah dan tujuannya,
teori gerak sejarali dapat digolongkan menjadi empat macam.
1. Gerak
sejarah sebagai pelaksanaan kodrad dan kehendak Tuhan. Dengan demikian tujuan
gerak sejarah adalah untuk mencari kesempurnaan abadi bagi kehidupan terakhir
manusia, yaitu kehidupan pasca‑dunia (kehidupan akhirat). Hal ini seperti dikemukakan oleh Santa Thomas
dalam karyanya : Civitas Dei.
Menurut Santa Thomas tujuan gerak
Sejarah memberi kesempatan kepada manusia, untuk mencapai kerajaan Tuhan di akhirat nanti. Sedang kehidupan dunia dengan gerak sejarahnya hanya merupakan
alat atau perantara yang bersifat sementara saja.
2. Tujuan
gerak sejarah adalah untuk mencapai tujuan keduniawian dan tujuan akherat. Oleh
karena itu gerak sejarah merupakan keseimbangan antara hasil usaha atau
aktivitas manusia dengan kodrad dan perwujudan hukum dan kehendak Tuhan.
Gerak sejarah merupakan perpaduan
antara perubahan hasil perjuangan manusia dalam usaha memperoleh kepuasan dan
kesejahteraan materi atau duniawi, dan kodrad dan iradat Tuhan yang membatasi
kebebasan manusia. Teori ini dikemukakan oleh Ibnu Khaldun dalam karya besarnya
yang sangat terkenal Al Muqaddimah.
3. Tujuan gerak sejarah sepenuhnya
berorientasi pada tujuan dan urusan duniawi.
Gerak sejarah timbul karena
aktivitas dan perjuangan manusia untuk mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan
hidupnya. Oleh karena itu gerak sejarah seringkali memanifestasikan diri dalam
berbagai konflik atau pertentangan antar manusia dan antar ‑ golongan manusia.
Gerak sejarah juga dapat berwujud perlombaan dan persaingan yang dianggap
sebagai salah satu sumber perubahan dan kemajuan. Teori ini antara lain
dikemukakan oleh F. Hegel dan Karl Marx serta sejumlah tokoh dan pakar pada
masa pasca, renaissance di Eropa.
4. Teori yang menyatakan bahwa gerak
sejarah terjadi dan berlangsung tanpa arah‑tujuan. Gerak sejarah merupakan
proses perubahan dan proses kemajuan yang bertangsung secara alami dan secara
kodrati tanpa dapat diketahui dan dipahami apa sebenarnya dan apa tujuannya.
Teori ini dikemukakan oleh
sejararawan‑sejarawan Yunani‑kuno seperti Herodotus dan Thucidides dengan
faharn fatumnya serta oleh sejarawan modern seperti Oswald Spengler.
Perlu dijelaskan bahwa pembahasan
dan uraian tentang gerak sejarah yang disajikan diatas, merupakan uraian secara
garis besar dan dipresentasikan dalam bentuk yang sederhana, elementer dan
mudah difahami. Bagi para peminat yang ingin memahaminya secara lebih sempurna
dan mendalam disarankan untuk membaca referensi yang lebih lengkap dan
mendalam.
Pertemuan XIV
UAS
KEPUSTAKAAN
Anskersmit F.R. (1987), Refleksi
Tentang Sejarah, (terj.) Dick Hartoko, Jakarta : PT.Gramedia.
Carr EH.
(1967), What is History, London: Pinguin Book LTD.
Collingwood RG
(1980), The Idea of History, London: Oxford University Press.
Harry Hamersma
(1981), Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Jakarta: Kanisius.
Hughes, Stuart
H., (1964), History as Art and as Science, London: Harper & Row.
Kuntowijoyo,
(1995), Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Budaya.
Meulen SJ van
Der (1987), Ilmu Filsafat dan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius.
Meyerhoff, Hans, (1959), The
Philosophy of History in Our Time, New York: Doubleday Anchor Books.
Moh. Ali,
(1960), Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Jakarta: Bhratara.
Sartono Kartodirdjo, (1990), Ungkapan-Ungkapan
Filsafat Sejarah Barat dan Timur, Jakarta: Gramedia.
Sidi Gazalba
(1981), Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu, Jakarta: Bhratara Karya.